Pagi di Pantai

Sekumpulan camar melayang di angkasa. Sekumpulan camar melayang di bawah langit yang mendung. Sekumpulan camar dengan formasi segitiga, mengepak-ngepakkan sayapnya sambil lalu lalang, naik turun kesana kemari. Dan mendung tebal yang menutupi cahaya pagi hari seakan menjadi tempat berteduh bagi mereka yang hidup. Hujan tidak turun. Dan angin bertiup semilir.

Aku berdiri di tepi pantai sambil menyaksikan buih-buih putih dari gelombang yang memecah di dinding-dinding karang. Aku berdiri untuk mendengarkan deru suara gelombang yang bergelora sambil menikmati kesegaran udara pagi. Beberapa sosok tubuh nampak berlari menyisiri jalan. Beberapa sosok tubuh, dengan nafas terengah-engah sedang melaksanakan jogging untuk kesehatan tubuh. Aku. Camar. Para pelari pagi. Suatu tali yang lembut dari nafas hidup sedang menghubungkan kami semua.

Apakah yang sedang kita cari?
Apakah yang sedang kita pikirkan?

Lautan luas di depanku nampak tenang dan lembut membelai pesisir. Tetapi bukankah dia pun menyimpan suatu kekuatan dashyat yang mampu meluluh-lantakkan kehidupan kita? Suatu saat, pada kesempatan yang sama sekali tak terpikirkan, gelombang dapat berubah dengan cepat, membumbung tinggi dan menyapu segenap mimpi dan harapan kita. Lalu semuanya akan musnah. Musnah diterpanya. Maka dimanakah harapan yang telah kita rencanakan sebelumnya? Dimanakah?

Demikianlah, alam seringkali mengajarkan kita bahwa, segala sesuatu yang kita harapkan dari materinya adalah suatu kesia-siaan. Tetapi hidup tidak hanya terdiri dari materi saja. Sebab ada tertulis, Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Itulah kata Yesus kepada iblis yang sedang mencobaiNya. Ya, bersyukurlah kita karena hidup tidak hanya terdiri dari materi saja. Sebab jika demikian, jika saatnya tiba, kita pun akan terseret musnah ke dalam gelombang ketiadaan. Lalu semuanya menjadi hampa. Hampa.

Pada mulanya adalah Firman. Demikianlah dengan indahnya Santo Yohanes membuka Injilnya. Firman yang kini telah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus, telah memberikan terangNya kepada segenap umat manusia. Dan hanya pada terang itulah kita dapat berjalan dengan lega dan aman. Tanpa khawatir tersesat. Karena Dialah jalan dan kehidupan. Dialah yang telah berkeliling sambil berbuat baik untuk kita semua. Dia yang telah berjalan dari abad ke abad, hingga hari ini, untuk membimbing kita. Untuk menyadarkan makna keberadaan kita di dunia yang fana ini. Agar semuanya tidak menjadi
hampa. Agar kehidupan tidak tersia-sia.

Seberkas cahaya nampak muncul dari kumpulan mendung. Seberkas cahaya muncul dari himpunan mendung yang menutup langit. Dan camar. Dan para pelari pagi. Dan aku. Dan alam. Semuanya nampak ceria menyambut terang yang perlahan menghangatkan tubuh ini. Ah, harapan tidak pernah mati jika kita bersandar pada semangatNya. Harapan tidak pernah sirna jika kita sanggup melepaskan diri dari segala impian kita pada batu-batu yang kita harapkan menjadi roti. Sebab kita semua dapat menuruti teladanNya. Manusia hidup bukan hanya dari roti saja. Maka di pagi yang mendung ini, aku mencari damaiku pada segala yang nampak hidup. Dan para pelari pagi itu pun tak terganggu oleh suasana langit yang muram karena mendung. Camar-camar tetap melayang kesana kemari. Harapan yang tak pernah sirna.

Sie Liturgie