Renungan Bulan Mei 2021 | “Let all that you do be done in love.”
Hallo -hallo semuanya,
Keluarga Mahasiswa Katholik Indonesia Karlsruhe
Hallo -hallo semuanya,
Baca: LUKAS 4:31-44
Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Di kota-kota lain juga Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus.” (Lukas 4:43)
Bacaan Alkitab Setahun:
1 Samuel 1-3
Kapernaum, sepertinya kota yang nyaman. Di kota itu Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat dan orang-orang takjub mendengar-Nya. Orang-orang sakit yang datang kepada-Nya disembuhkan-Nya. Yesus mengusir roh-roh jahat yang menguasai beberapa orang. Semua orang memuji-Nya, mereka menyukai-Nya, dan berusaha menahan Yesus untuk lebih lama tinggal di sana. Tetapi Yesus menolaknya dengan berkata: “Di kota-kota lain juga Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus.”
Kota Kapernaum mungkin tempat yang menjanjikan dan nyaman bagi pelayanan Yesus, tetapi Yesus tahu tujuan hidup-Nya. Ia diutus bukan hanya untuk memberitakan keselamatan bagi segelintir orang, tetapi bagi semua orang berdosa. Bukankah kita bersyukur dengan keputusan yang dibuat Yesus? Yesus lebih memilih untuk menderita dan menuju Salib daripada hidup dalam kenyamanan. Yesus tahu apa prioritas hidup yang harus ditempuh-Nya.
Kita kerap tergoda dengan tawaran-tawaran yang tampaknya baik dan menguntungkan keinginan daging kita tanpa menyadari bahwa “kebaikan” itu sedang mengalihkan fokus kita dari panggilan Tuhan. Ada begitu banyak hal baik tapi tidak berarti semuanya dikehendaki Tuhan. Sebaliknya apa yang tampak buruk itu bisa jadi adalah kehendak Tuhan yang harus kita lewati. Ya, banyak orang menghindari Salib dan lebih suka tinggal di “Kapernaum”. Belajar dari Yesus, apakah kita berani meninggalkan “Kapernaum” dan memilih jalan Salib demi memenuhi panggilan Tuhan dalam hidup kita?
—SYS/www.renunganharian.net
KETIKA KITA FOKUS PADA PANGGILAN TUHAN, TAWARAN SEBAIK APA PUN
TIDAK AKAN MENGHENTIKAN TUJUAN HIDUP KITA
Hallo KMKIs,
Beberapa kali mencari bengkel ban, saya kemudian mencoba sebuah bengkel lama yang kurang menarik dan lokasinya sempit terjepit di antara lalu lintas yang padat. Tengah menunggu perbaikan, seorang pria tua turun dari motor menghampiri istrinya dengan berjalan tertatih. Sebagian karyawan menghentikan kerjanya dan menolong suami istri itu naik mobil minibus usang. Tampak sekali pria tua yang ternyata pemilik bengkel itu dikasihi oleh seluruh karyawannya.
Percakapan dengan kasir memberi saya kesimpulan bahwa pemilik mempertahankan bengkelnya demi memberi pekerjaan dan penghidupan kepada para karyawannya. Pantas, segenap karyawan memberi pelayanan terbaik tanpa perlu diawasi.
Hikmat kitab Amsal mengajarkan bahwa ada dua hal yang lebih penting dibanding harta dan kekayaan. Pertama, nama baik dan yang kedua, dikasihi orang. Reputasi bisa terbangun dengan baik bila kita melakukan kebaikan secara konsisten dengan tulus. Sedangkan kita memperoleh kasih bila kita telah menanam benih cinta kepada orang lain dalam jangka waktu yang panjang. Harta dan kekayaan mungkin memberi kita kenikmatan sementara, namun sekaligus godaan lebih besar untuk berdosa. Sebaliknya, membangun reputasi mendatangkan rasa hormat. Dikasihi orang membuat kita berbahagia.
Menjalani hidup yang singkat ini, kita dituntut untuk bijak memilih. Salah memilih mendatangkan kesengsaraan. Bijak memilih menghadirkan sukacita dan perkenanan Tuhan. Semoga kita berhasil memetik pilihan yang tepat.
KEHORMATAN DAN KASIH SAYANG
ADALAH HARTA YANG JAUH LEBIH BERHARGA
DARIPADA KEKAYAAN MATERI YANG FANA
sumber: https://www.renunganharian.net/2021/140-februari/3560-lebih-baik-dikasihi.html
Learn more »Baca: 2 Samuel 12:1-25
“Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku." (2 Samuel 12:23)
Bacaan Alkitab Setahun:
Wahyu 21-22
Setelah Nabi Natan menegurnya atas dosa perzinahannya dengan Batsyeba, Daud mengakui dosanya dan bertobat. Tetapi ia masih harus menanggung akibatnya. Anak yang dilahirkan Batsyeba itu sakit. Lalu Daud berdoa, berpuasa dan semalaman berbaring di tanah memohonkan kesembuhan anaknya. Para penasihatnya berusaha menghibur dan mengajaknya makan, tetapi ia menolaknya. Sepertinya, ia sedang menghukum diri, berkabung, menangis serta memohon ampun dari Tuhan. Hal itu berlangsung selama enam hari. Lalu pada hari ketujuh, anak itu mati. Para pegawainya takut memberitahu kabar itu kepada sang raja. Pikir mereka, Daud bisa mencelakakan dirinya.
Namun ketika Daud mengetahui anaknya telah mati, ia melakukan tindakan yang membuat orang-orang heran. Ia bangun dari lantai, mandi, berurap, berganti pakaian, beribadah ke rumah Tuhan, pulang, dan makan. Alasannya ialah, “Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi?” (ay. 22-23).
Daud telah melakukan berbagai upaya untuk kesembuhan anaknya. Namun ketika kenyataan berbeda dari harapan, ia tidak larut dalam duka. Ia bangkit, menghibur istrinya, dan melanjutkan hidupnya dalam Tuhan. Memang, ada hal-hal di luar kendali kita. Jika demikian halnya, berserahlah pada Tuhan dan jalanilah hidup kita. Ini merupakan langkah iman yang dapat kita tempuh.
BELAJAR RELA, BERSERAH DAN MELANJUTKAN HIDUP BERSAMA DIA,
KETIKA JALAN HIDUP BERBEDA DENGAN APA YANG KITA HARAPKAN
sumber: renunganharian.net
Copyright © 2014 KMKI Karlsruhe and Blogger Templates