Bisu

Pernahkah engkau memikirkan tujuan hidupmu? Pernahkah engkau ingin tahu makna keberadaanmu di dunia ini? Pernahkah engkau merasakan betapa keberadaan dan tujuan hidupmu sungguh sulit untuk dipahami? Pernahkah engkau bertanya-tanya tentang mengapa engkau harus mengalami apa yang kini kau rasakan sebagai suatu kesia-siaan dalam mengarungi waktumu?

Hidup adalah lautan pertanyaan. Pertanyaan yang seringkali mustahil untuk terjawab. Sebab, sebagaimana kita ada, kita sendirilah yang mengalami keberadaan kita. Dan tak seorang pun mampu untuk mengambil alih perasaan itu dari dirimu. Maka yang menentukan, bukan lagi mengapa tak ada orang yang mampu menolong, tetapi mengapa kita tak mampu untuk menolong diri kita sendiri. Toh, setiap pagi, saat kita terbangun dari mimpi-mimpi yang menyesakkan dada, kita melihat langit masih indah birunya. Dan setiap malam saat kita akan menuju pembaringan, kesunyian masih mampu melelapkan tubuh ini. Maka hidup memang adalah lautan pertanyaan yang sulit terjawab, namun apakah jawaban-jawaban itu memang kita butuhkan?

Tubuh gadis itu terbaring kaku. Baru beberapa hari sebelumnya, aku menemuinya. Kondisinya amat lemah. Cahaya wajahnya kelam. Kerutan memenuhi dahinya. Dia berusia 27 tahun, masih muda serta belum menikah, dan tengah bergulat dengan virus HIV yang menggerogoti daya tahan hidupnya. Dengan nafas yang tersengal-sengal akibat pnemonia, dia sempat tersenyum saat menerima sakramen perminyakan. Keluarga yang menemaninya diam membisu. Ada aroma putus asa dan kekecewaan serta rasa enggan untuk mengakui apa yang kini sedang mereka alami. Kami semua tak mampu untuk berbicara. Tak mampu untuk saling menghibur. Saat itu kami tahu bahwa waktunya sudah dekat. Tak ada lagi tawa. Tak ada lagi harapan. Pun, tak seorang pun yang tahu darimana dia mendapatkan penyakit itu. Tak seorang pun, kecuali dirinya sendiri. Dan Tuhan.

Maka saat jenasahnya dilepaskan langsung dari RS ini, kami sadar, betapa banyak pertanyaan yang akan ikut terkubur bersama kematiannya. Tetapi raut wajahnya terasa damai. Kerutan yang beberapa hari lalu memenuhi dahinya telah lenyap. Hanya wajah-wajah keluarga yang mengelilingi jenasah itu kian terasa pahit. Dia telah menodai nama keluarga kami. Saya tidak tahu darimana dia mendapatkan penyakit AIDS itu. Dia tidak pernah membicarakan rahasia hidupnya...? kata seorang adiknya dengan nada marah.

Rahasia hidup. Bukankah hanya kita sendiri saja yang mampu mengalami dan merasakan perjuangan kita menghadapi situasi yang melingkungi hidup ini? Bukankah hanya kita dan kita sendirian yang harus bertarung melawan ketidak-pahaman, keputus-asaan dan kegetiran kita? Maka apa yang telah dialami, dirasakan dan diperjuangkannya, kini telah menjadi tidak berarti lagi. Hanya, bagi kita yang masih hidup dan terus berjuang di dunia ini, sadarkah kita betapa banyaknya hal yang sungguh tidak kita mengerti? Maka sungguh banyak pertanyaan yang tidak akan pernah mampu kita jawab. Hidup memang adalah lautan pertanyaan yang suatu waktu kelak akan lenyap bersama kematian kita.

"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." sabdaNya suatu ketika. Kini, tidak perlu lagi kita mencari-cari kesalahan orang lain sambil membenarkan diri sendiri. Sebab kebenaran, bagi gadis itu, kini berada di dalam tangan Tuhan. Dia akan dan telah dihibur, dengan cara Tuhan sendiri. Maka saat terakhir kali memandang jenasah itu, aku mendapati, betapa perjuangan kita untuk hidup adalah tidak mudah. Sungguh tidak mudah. Sebelum akhirnya kita kelak juga akan diam membisu. Apakah yang akan dibicarakan orang-orang di sekeliling jenasah kita?
"Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Semoga dia beristirahat dengan tenteram." Kami, yang berdiri mengelilingi liang lahat ini sadar, bahwa sejarah gadis itu telah usai namun sejarah kami masih terus berlanjut sampai waktunya tiba. Dan, setiap jejak-jejak kehidupan, bagaimana pun singkatnya, selalu dapat dan akan memberi suatu pelajaran bagi kami semua. Bahwa pada akhirnya, kita dan hanya kitalah sendiri yang akan mempertanggung-jawabkan segala perbuatan dalam sejarah hidup kita. Bahwa tujuan dan makna keberadaan kita, suatu saat nanti, akan kita temukan juga. Pertanyaan-pertanyaan itu akan kita ketahui jawabannya pada waktunya kelak. Bukan di dunia ini.

Sie Liturgie