Angan-angan Seorang Anak
"Ada villaku. Tidak terlalu besar tetapi lengkap. Ada kulkas dan alat-alat masaknya. Dan ada juga mobilku. Serta sopirnya tetapi dia robot, bukan orang. Setiap malam dia bawa saya keliling kota. Rumah itu sendiri saya buat dengan temanku, dari uang tabunganku.......” Demikianlah seorang anak perempuan kecil, umurnya delapan tahun, mulai berkisah kepadaku. Mungkin sebagian dari kita pernah mendengar penuturan yang semacam itu. Penuturan yang keluar dari angan-angan seorang anak kecil. Dan kita cuma menertawainya. Atau mungkin pula memarahinya. Tetapi salahkah angan-angan seorang anak?
Pernahkah kita mengenang kembali masa-masa kecil dulu? Tidakkah kita sering juga berangan-angan? Terkadang malah sampai berbicara sendiri, atau berbicara kepada boneka kecil kita sambil mendandaninya. Sesungguhnyalah, kemajuan kehidupan ini dimulai dari angan-angan juga. Novel-novel indah tulisan Jules Verne. Bahkan
lukisan desain dari Leonardo da Vinci. Maka, bukankah angan-angan adalah awal dari sebuah harapan pada kehidupan masa depan kita?
Demikianlah aku mengenang semua itu saat melihat seorang ayah yang sedang memarahi anak lelaki kecilnya karena bercerita bahwa robot yang dimiliknya kini tumbuh gigi.
Dan anak kecil itu hanya dapat mengerut ketakutan. “Orang dewasa memang aneh” kata si Pangeran Kecil dalam buku mini karya Antoine de Saint-Exupery. Ya, orang dewasa memang aneh. Kita melarang anak-anak berangan-angan sementara kita sendiri punya angan-angan model lain yang namanya cita-cita. Dan sementara angan-angan seorang anak lepas bebas, cita-cita mengurung kita dalam nafsu, ambisi dan hasrat yang
sering membuat pikiran kita terpasung.
“Ah, saya ingin mobil sedan mewah, rumah yang punya kolam renang. Dan saya ingin pesiar keluar negeri.....” kata seorang bapak lainnya sementara dia telah memiliki sebuah rumah type 145, sebuah mobil mini-bus dan sudah beberapa kali ke bali untuk berlibur. Apakah yang beda dengan angan-angan anak-anak itu? Ada. Anak-anak berangan-angan tetapi tidak menghasratkannya. Sedangkan orang-orang dewasa berangan-angan sambil menghasratkannya. Sehingga jika hal itu tak mampu diraih, maka kita pun menjadi frustrasi, marah atau malah cemburu.
".....robotku tidak mau ada orang lain yang datang ke villaku. Dia marah kalau ada orang besar datang karena orang besar tidak bisa mengerti maunya robotku” kata si nona cilik itu mengakhiri kisahnya saat aku bertanya dimana letak villanya dan bolehkah aku berkunjung ke sana. Dan beberapa hari kemudian, dia toh menunjukkan villanya itu. Sebuah pos satpam tua yang tidak terpakai lagi. Di sanalah anak-anak berkumpul dan bermain dengan angan-angan mereka sendiri.
Ah, tidakkah itu indah?
Sie Liturgi
diambil dari pondok renungan
Pernahkah kita mengenang kembali masa-masa kecil dulu? Tidakkah kita sering juga berangan-angan? Terkadang malah sampai berbicara sendiri, atau berbicara kepada boneka kecil kita sambil mendandaninya. Sesungguhnyalah, kemajuan kehidupan ini dimulai dari angan-angan juga. Novel-novel indah tulisan Jules Verne. Bahkan
lukisan desain dari Leonardo da Vinci. Maka, bukankah angan-angan adalah awal dari sebuah harapan pada kehidupan masa depan kita?
Demikianlah aku mengenang semua itu saat melihat seorang ayah yang sedang memarahi anak lelaki kecilnya karena bercerita bahwa robot yang dimiliknya kini tumbuh gigi.
Dan anak kecil itu hanya dapat mengerut ketakutan. “Orang dewasa memang aneh” kata si Pangeran Kecil dalam buku mini karya Antoine de Saint-Exupery. Ya, orang dewasa memang aneh. Kita melarang anak-anak berangan-angan sementara kita sendiri punya angan-angan model lain yang namanya cita-cita. Dan sementara angan-angan seorang anak lepas bebas, cita-cita mengurung kita dalam nafsu, ambisi dan hasrat yang
sering membuat pikiran kita terpasung.
“Ah, saya ingin mobil sedan mewah, rumah yang punya kolam renang. Dan saya ingin pesiar keluar negeri.....” kata seorang bapak lainnya sementara dia telah memiliki sebuah rumah type 145, sebuah mobil mini-bus dan sudah beberapa kali ke bali untuk berlibur. Apakah yang beda dengan angan-angan anak-anak itu? Ada. Anak-anak berangan-angan tetapi tidak menghasratkannya. Sedangkan orang-orang dewasa berangan-angan sambil menghasratkannya. Sehingga jika hal itu tak mampu diraih, maka kita pun menjadi frustrasi, marah atau malah cemburu.
".....robotku tidak mau ada orang lain yang datang ke villaku. Dia marah kalau ada orang besar datang karena orang besar tidak bisa mengerti maunya robotku” kata si nona cilik itu mengakhiri kisahnya saat aku bertanya dimana letak villanya dan bolehkah aku berkunjung ke sana. Dan beberapa hari kemudian, dia toh menunjukkan villanya itu. Sebuah pos satpam tua yang tidak terpakai lagi. Di sanalah anak-anak berkumpul dan bermain dengan angan-angan mereka sendiri.
Ah, tidakkah itu indah?
Sie Liturgi
diambil dari pondok renungan
0 comments:
Kommentar veröffentlichen